Tomomi Okuno dari Osaka University Of Arts, dan Psycholonica adalah proyek eksperimentalnya. Berikut saya salin rilisan dari Ear Alert Records:
Hey hey hey apa kabar kalian
semua diluar sana. Lama tak berjumpa. Memang. Kami sudah tidak
menggunakan facebook. Ini bukan usaha untuk menghindari peradaban,
bukan-bukan. Alasanya itu hanya lebih enak kalau tidak punya facebook
dan lebih enak punya last.fm. Simpel bukan ? hehehe. Baik, lanjut kepada
rilisan kita kali ini, dari salah satu genre/sub-genre favorit saya,
hmm boleh saya bilang mereka berdua memainkan wall noise ? Karena cukup
rancu untuk mengkategorikan beberapa proyek sesuaraan ke dalam satu
sub-genrenya, benar-benar rancu. Jika kita melihat genre noise, yang
kita spesifikan sebagai non-musical noise secara kasat mata, semua
suara, semua komponen, hardware ataupun software, semuanya terasa sama. Karena itu, saat memperhatikan sub-bab
bukan sub-genrenya, tapi sub-bab dari noise ini sendiri tidak hanya
dengan kasat mata atau kasat telinga untuk melihat dan mendengarnya,
jika memang ingin menggambarkanya secara serius, dan mengesampingkan
faktor kebisinganya yang memang dominan didalam sub-bab genre tersebut.
Kami rasa semua panca indera harus diikutsertakan ketika ingin memahami
dan mendiskripsikan hal-hal ini, bukanya tidak boleh untuk
melihat/mendengar noise secara kasat mata, menurut kami sebagai netlabel
yang memang lebih terfokus pada sesuaraan yang memiliki bau
experimental hal ini adalah hal yang amat krusial unutk diperhatikan.
Maka dari itu kami menjelaskan. Dan seperti apa yang kami jelaskan
sebelumnya mengenai pelibatan semua panca indera dalam
menikmati/memahami/mlihat/mendengar noise. Anda atau kami harus mau
merelakan waktu, hati, pikiran, dan kepekaan untuk memperhatikan
atmosfir, keanehan, ciri-ciri, fungsi, tujuan, filosofi, sambil
menajamkan indera perasa pada telinga anda dalam memberi perhatian pada
sesuaraan ini. Karena sekali lagi, noise itu lahir dari kesenyapan,
kesenyapan itu nyata, dan noise sebagai bagian dari kesenyapan, noise
juga merupakan bagian dari kenyataan. Kenyataan itu hidup, noise itu
hidup, dia bergerak, hinggap, dan menempel pada indera perasa di telinga
anda, sengaja maupun tidak sengaja, karena sistem pengonsumsian noise
atau suara itu seperti udara itu sendiri. Bebas keluar masuk
lubang-lubang yang melekat pada tubuh kita yang menjadi organ tubuh
kita, tanpa kita bisa melakukan filterisasi terhadap obyek-obyek yang
akan masuk itu terlebih dahulu. KECUALI, kesadaran anda menghendaki
seperti itu. Dan sayang sekali,
noise tidak menghendaki adanya kesadaran. Kesadaran memang bisa
dikendalikan, tapi sekali lagi saya katakan disini, kita semua punya
kepekaan, kepekaan itu liar dan labil. Dan anda tak akan pernah bisa
mengontrol hal-hal tersebut. Kecuali ada keajaiban. Intinya adalah,
apapun yang terjadi anda tak bisa begitu saja menyalahkan sebuah
keanehan, spesifiknya dalam konteks sesuaraan, karena bukan suara yang
harus disalahkan, tapi anda yang seharusnya
terbiasa/membiasakan/mentolerir keberadaan suara itu sendiri sebagai
bagian dari kenyataan. Jika ada yang salah, maka telinga anda lah yang
patut disalahkan.
Mari kita cukupkan saja pembahasan mengenai filosofi sesuaraan yang
tiada akhirnya dan selalu dinamis ini, mari kita coba menelisik apa yang
ada didalam rilisan ini. Persembahan proyek sesuaraan noise dari
Jepang, Psychonolica, ketajaman rekaman suaraa berkriteria ambient
yang amat panjang bagaikan tembok. Monoton, kurang variasi mungkin
hardware/softwarenya. Tapi semua hal itu bisa dikesampingkan dengan cara
menikmatinya. Hal biasa yang terjadi ketika pendengar bertemu dengan
karya, tapi sang pembuat karya juga merupakan pendengar, tak ada yang
bersalah disini, dan tak akan pernah ada. Telinga tidak akan mudah untuk
menjawab pertanyaan tentang nikmat atau tidaknya sesuaraan yang
menjalar dari sumbernya ini, mungkin atmosfer, mood dan suasana hati
bisa membantu menghantarkan anda pada kenikmatan yang tiada taranya,
atau malah jurang kesengsaraan neraka kebisingan. Unpredictable. Coba
nikmatilah. Pakai semuanya untuk menikmati sesuaraan dari Psychonolica.
Proyek selanjutnya berasal dari Purwokerto, yang juga pernah merilis
sebuah kolaborasi onlinenya bersama Sodadosa pada netlabel ini. Akan
banyak kita temui istilah obat-obatan pada suara-suara buatanya. Diawali
dengan suara berjudul Hypocondriac, kondisi dimana seseoran
memiliki sebuah phobia dalam bentuk ketakutan yang amat sangat pada
penyakit-penyakit yang menimpanya jika ia tidak segera meminum obat. Ini
bukan ketagihan obat, tapi
kebutuhan, needs, not greeds. Hmm, istilah ini mengingatkan saya pada
vokalis dari band Japanese Rock, Plastic Tree, yang mana vokalis dari
band ini mengidap gangguan psikologis bernama Hypocondirac ini. Juga
sebuah film berjudul Send Me No Flower, bercerita tentang seorang lelaki
yang memiliki kebutuhan berlebih kepada obat, sungguh sebuah phobia
yang mengerikan. Maka dari itu sesuaraan berikutnya dari Rantau Ranju
sendiri diberi judul dengan nama-nama obat, Xanax Treament, dan Seroquel
200 mg. Memang teman yang cocok untuk sesuaraan yang diciptakan oleh
Rantau Ranjau, bising dan membuat pusing haha. Tapi nikmat disisi lain.
Terkadang pusing itu menyenangkan. Anda mau mencoba kondisi pusing yang
saya rasakan ? Pusing yang nikmat ? Anda mau ? Silahkan langsung dicek
saja rilisan yang bisa anda unduh gratis pada tautan berikut ini, ada
satu kejutan lagi yang saya sebutkan pada review rilisan ini, silahkan
disimak. Salam.
Tracklist :
Psycholonica
1. Bedridden Depression
2. Erotomaniacillness
3. Psycho Lonica psycho
Rantau Ranjau
4. Hypochondriac
5. Seroquel 200 mg
6. Xanax Treatmen
7. Erotomaniacillnes X Hypochondriac (mix)
1. Bedridden Depression
2. Erotomaniacillness
3. Psycho Lonica psycho
Rantau Ranjau
4. Hypochondriac
5. Seroquel 200 mg
6. Xanax Treatmen
7. Erotomaniacillnes X Hypochondriac (mix)
Unduh melalui Ear Alert Records : ear21-psycholonica-x-rantau-ranjau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar